Sinergitas untuk Meningkatkan Daya Saing Global antara Indonesia dan Tiongkok
Indonesia dan Tiongkok telah memiliki sarana mekanisme kerjasama bilateral, yaitu konsultasi di tingkat menteri koordinator dangan State Councilor; konsultasi tingkat menteri luar negeri, dan pada tingkat pejabat senior. Pada tataran pelaksanaan, ada banyak tolok ukur dan titik referensi bahwa kedua negara harus membangun dan bekerja menuju implementasi visi subtansi Kemitraan Komprehensif Strategis baik di bidang perdagangan, investasi, hubungan antar masyarakat dan bidang-bidang lainnya.
Di sektor ekonomi, volume perdagangan bilateral meningkat. Secara akumulatif, nilai Ekspor Indonesia per Januari-April 2024 mencapai USD 81,92 Miliar, dengan share terbesar berasal dari ekspor ke Tiongkok (23% dari total ekspor, disusul Amerika 10,48%), meskipun perlu upaya lebih, agar komoditas Indonesia bisa lebih luas mengakses pasar Tiongkok. Hambatan tarif dan non-tarif perlu dikurangi, serta frekuensi misi perdagangan harus ditingkatkan.
Di sektor investasi, tercatat tren positif kenaikan investasi Tiongkok. Tiongkok saat ini merupakan investor terbesar ke-3 di Indonesia dengan menanamkan modal sebesar USD1,87 miliar (setara dengan Rp.30,3 triliun). Skema investasi Tiongkok era Presiden Jokowi, dasarnya bukan penjajahan tetapi kerjasama mutualistik. Ini berbeda dengan investasi dari negara lain dengan skema hutang di mana pemerintah harus mengeluarkan government bond sebagai collateral.
Pada sektor pariwisata, Tiongkok merupakan negara sumber wisatawan terbesar ke-4 (787,9 ribu kunjungan) bagi Indonesia. Meningkatnya animo masyarakat Tiongkok untuk bepergian ke luar negari dari tahun ke tahun, adalah peluang bisnis bagi para pelaku usaha biro perjalanan, tansportasi, hotel, restoran, toko souvenir dan berbagai usaha kecil terkait. Masyarakat Tiongkok sudah banyak melakukan perjalanan dari Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan melalui Hongkong ke Indonesia (Bali, Jakarta, Lombok, Bandung, Yogyakarta, Makassar, Manado, Raja Ampat, Pulau Komodo dan tempat wiasata lainnya). Pemerintah RI bahkan membebaskan visa turis bagi WN Tiongkok. Prinsipnya, pemberian fasilitas bebas visa jika dilakukan secara resiprokal, maka akan memicu perkembangan pariwisata di kedua belah pihak.
Data arkeolog telah membuktikan bahwa people to people contact antara Indonesia- Tiongkok sudah berlangsung selama lebih dari 2000 tahun. Saat ini, kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan dalam konteks people to people connection juga menjadi prioritas untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, sekaligus untuk mempererat hubungan sosial antara kedua bangsa. Hubungan Indonesia-Tiongkok diprediksi akan semakin meningkat, tapi perlu langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya, di antaranya sebagai berikut:
1. Perlu adanya evaluasi dan rencana aksi implementasi Kemitraan Strategis Komprehensif yang harus diperbaruhi tiap 5 tahun.
2. Lebih baik fokus pada hubungan jangka panjang, pragmatis dan berkesinambungan, sehingga program people to people exchange dapat benar-benar bermanfaat bagi rakyat kedua negara.
3. Perlu menentukan tema tahunan yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi kegiatan yang terkait dengan people to people exchange. Sebab itu, perlu dibentuk sekretariat yang berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan seperti loka karya, sekaligus untuk membahas dan menentukan tema tahunan. Tema tidak boleh terlalu luas cakupannya, lebih baik fokus pada suatu hal seperti tahun pertukaran budaya, tahun bahasa Mandarin dan seterusnya.
4. Pengembangan Think-tank perlu ditingkatkan. Karena Think-tank memainkan peranan penting dalam memberikan masukan dan saran kepada para pengambil keputusan, sekaligus sebagai salah satu penghubung utama antara pemerintah kedua negara. Sebab itu, Tiongkok dan Indonesia perlu memiliki suatu Pusat Penelitan untuk mendalami hal-hal yang subtansial. Dalam 10 tahun, misalnya, kedua belah pihak, masing-masing harus mendirikan lebih dari 5 Pusat Penelitian. Kedua belah pihak juga perlu meningkatkan komunikasi antara think-tank yang sudah ada, dan melalukan pembinaan terhadap ahli Tiongkok di Indonesia dan Ahli Indonesia di Tiongkok. Selain itu, perlu mendirikan Pusat Kebudayaan di negara masing-masing.