Bahasa Indonesia

Mengungkap “Perang HAM” AS terhadap Luar Negeri

criPublished: 2024-10-10 16:26:32
Share
Share this with Close
Messenger Pinterest LinkedIn

“Sanksi sepihak yang dikenakan AS dan sejumlah negara lainnya kepada Tiongkok telah melanggar hukum internasional dan mengakibatkan dampak negatif serta efek limpahan terhadap HAM rakyat Tiongkok, Tiongkok memperoleh dukungan untuk memberikan tanggapan yang diperlukan secara administratif dan hukum.” Demikian dinyatakan Alena Douhan, Pelapor Khusus PBB dalam sesi ke-57 Dewan HAM PBB yang telah berlangsung selama satu bulan hingga tanggal 9 Oktober kemarin. Sementara itu, melalui pidato bersama dan pidato sepihak, lebih dari 100 negara mendukung pendirian Tiongkok, mereka menekankan bahwa urusan Xinjiang, Hong Kong dan Xizang (Tibet) adalah urusan dalam negeri Tiongkok, dan menentang AS melakukan intervensi. Hal tersebut sepenuhnya menunjukkan, perilaku AS dan beberapa negara Barat yang ingin mempolitisasi isu HAM tidak mendapat dukungan publik.

Pada tahun 70-an abad lalu, AS mengeluarkan slogan “Dilplomasi HAM” yang bertujuan untuk menghambat Uni Soviet. Saat ini, AS mengabaikan rekam jejak yang buruk HAM-nya sendiri, dan memainkan kartu HAM ke dunia luar, ini telah menjadi cara utama AS untuk menekan negara lain dan mempertahankan hegemoninya. Jadi, Bagaimana AS melancarkan Perang HAM, cara apa saja yang digunakannya, dan apa tujuannya?

Pemerintah AS Menstigmatisasi Negara Lain

Untuk mengintervensi urusan intern negara lain, AS terlebih dahulu membuat daftar nama kejahatan HAM. Dengan Venezuela sebagai contoh, selama beberapa tahun belakangan ini, dengan alasan masalah HAM, AS terus meningkatkan sanksi ekonomi kepada Venezuela, sehingga menyebabkan Venezuela mengalami krisis ekonomi, krisis kemanusiaan dan krisis pembangunan.

Sementara itu, AS pun membuat laporan terkait untuk memfitnah negara lainnya. Contoh yang paling tipikal adalah Laporan HAM di Berbagai Negara yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Misalnya tentang masalah Xinjiang, AS berulang kali membuat kebohongan dalam laporannya, dan mengenakan berbagai sanksi kepada Tiongkok dengan alasan tersebut, termasuk melarang impor produk Xinjiang dan membekukan aset pejabat Xinjiang. Tujuannya adalah mencoreng citra internasional Tiongkok dan menghambat pembangunan Tiongkok.

Selain itu, melaksanakan Yuridiksi Lengan Panjang dengan hukum domestiknya pun adalah sebuah cara penting AS. Pada tahun 2015, Senat AS mengeluarkan Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Global Magnitsky, yang memberikan hak kepada pemerintah AS untuk melakukan yuridiksi lengan panjang terhadap negara lain dan individu dengan alasan HAM, termasuk sanksi ekonomi dan moneter serta pembekuan aset. Sejak konflik Rusia-Ukraina meletus, berdasarkan undang-undang tersebut, AS menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat dan perusahaan Rusia untuk bertujuan melemahkan Rusia dan mempertahankan hegemoninya.

Organisasi-organisasi Non Pemerintah Beraksi Bersama

Selain pemerintah dan media, AS masih memiliki satu peran penting dalam Perang HAM-nya terhadap luar negeri, yaitu organisasi non pemerintah (NGO). Sejauh ini, di AS terdapat sekitar 2 juta organisasi non pemerintah. Secara nominal, mereka adalah organisasi non pemerintah, tapi sebenarnya memiliki berbagai macam hubungan dengan pemerintah. Sejumlah organisasi non pemerintah menjunjung tinggi bendera demokrasi dan HAM, tapi secara diam-diam mereka menghasut perpecahan dan kerusuhan, merencanakan krisis politik, menciptakan kebohongan dan rumor, serta melakukan penetrasi nilai.

Ternyata, organisasi non pemerintah AS telah membuat masalah di berbagai penjuru dunia dengan tiga cara utama mereka. Pertama, menyelenggarakan pelatihan bersubsidi, mereka secara langsung menghasut protes lokal dan gerakan oposisi. Kedua, melalui apa yang disebut sebagai teknologi intelejen sumber terbuka (OSINT), menggunakan gambar satelit, dan data media sosial melakukan pemantauan jarak jauh terhadap negara sasaran, dan membuat laporan palsu melalui jalur perakitan. Ketiga, mengeluarkan pernyataan untuk membangun momentum di berbagai ajang internasional guna menekan negara sasaran.

Organisasi non pemerintah AS bahkan berperilaku lebih halus untuk mempromosikan nilai-nilai ala AS. Mereka mengibarkan spanduk yang bersuara tinggi, mencoba mempengaruhi dan mengubah sistem politik serta nilai-nilai sosial negara lainnya untuk menciptakan sebuah lingkungan internasional yang sesuai dengan kepentingan AS.

Share this story on

Messenger Pinterest LinkedIn